Openlitera Diluncurkan di “Crystal of Knowledge” UI: Gerakan OER untuk Pendidikan Indonesia yang Terbuka, Adaptif, dan Berkelanjutan
Depok, 28 Oktober 2025 — Bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda, Yayasan Litera (Literasi Teknologi Nusantara) resmi meluncurkan Openlitera, platform Open Education Resources (OER) yang menggabungkan akses terbuka dengan teknologi kecerdasan buatan, personalisasi pembelajaran, dan gamifikasi. Acara digelar di Perpustakaan Universitas Indonesia, The Crystal of Knowledge, dan dihadiri oleh Dr. Lutfi Trizki, Ph.D, RFA, CFP, QWP, AEPP, CAW, Direktur Eksekutif Yayasan Litera, para mitra dari ekosistem pendidikan, penerbitan, dan teknologi.
Satu Gerbang untuk Akses Ilmu Pengetahuan
Openlitera.org diperkenalkan sebagai platform OER pertama dan terbesar di Indonesia, menyediakan akses terbuka ke ratusan juta sumber belajar dan terus bertambah—mulai dari buku, modul ajar, jurnal ilmiah, video pembelajaran, hingga game berbasis edukasi. Di dalamnya, pengguna dapat menggunakan agen AI untuk pencarian cerdas, rangkuman, rekomendasi lintas-kurikulum, serta fitur gamifikasi yang mendorong motivasi belajar berkelanjutan.
“Openlitera lahir dari keyakinan bahwa literasi dan teknologi harus berjalan beriringan. Kami membangun open access yang dipadukan dengan AI agar proses belajar lebih terarah, adaptif, dan terukur—baik untuk siswa, guru, maupun institusi. Ini bukan sekadar repositori; ini infrastruktur pembelajaran terbuka yang mendukung kolaborasi dan inovasi pendidikan di Indonesia,” kata Lutfi T. Rizki, Direktur Eksekutif Yayasan Litera.
Menurutnya, Openlitera berdiri di atas ekosistem yang sudah mapan, antara lain pelatihan dan sertifikasi profesi, komunitas profesional, penerbitan buku, pengembangan penulisan berbasis teknologi, pembuatan konten pendidikan, hingga pengelolaan jurnal ilmiah.
“Openlitera menyatukan semua upaya itu menjadi gerakan OER yang berkelanjutan dan inklusif,” tambahnya.
Terhubung ke Jejaring Global OER
Openlitera juga diumumkan sebagai anggota jaringan OER UNESCO, memperluas kolaborasi lintasnegara, pertukaran sumber belajar berlisensi terbuka, serta adopsi praktik terbaik dalam tata kelola konten, keterlacakan hak cipta, dan keterbukaan ilmu pengetahuan.
Kolaborasi Strategis: Konten, Teknologi, dan Distribusi

Peluncuran turut disertai penandatanganan kerja sama dengan empat mitra kunci, di antaranya Yayasan Buku Indonesia Berbagi, Nobelium Ideas Asia, PT Sains Teks Inovasi, dan Meta Edu Indonesia. Kemitraan ini mencakup kurasi dan produksi konten, orkestrasi lisensi terbuka, integrasi teknologi AI, serta perluasan jangkauan ke sekolah, kampus, dan komunitas belajar.
“Kekuatan Openlitera ada pada sinergi. Kami menghadirkan konten yang berkualitas dan relevan, sementara mitra teknologi memastikan akses yang adil dan pengalaman belajar yang mulus. Bersama Openlitera, kami ingin memastikan setiap pelajar, guru, dan orang tua bisa menemukan bahan belajar terbaik—terbuka, tepercaya, dan mudah digunakan.” ujar Setia Dharma, Ketua Yayasan Buku Indonesia Berbagi.
Mengapa Openlitera Penting
- Akses Terbuka & Skala Masif — Mengonsolidasikan ratusan juta sumber belajar lintas disiplin dengan lisensi terbuka.
- AI untuk Pembelajaran — Pencarian semantik, peringkas materi, learning path adaptif, dan insight belajar untuk guru/lembaga.
- Gamifikasi & Personalization — Lencana, poin, dan streak mendorong kebiasaan belajar yang konsisten.
- Ekosistem Terintegrasi — Terkait dengan pelatihan/sertifikasi, penerbitan, dan jurnal ilmiah untuk jalur karier pengetahuan yang utuh.
- Jejaring Global — Konektivitas OER UNESCO membuka kolaborasi dan standardisasi internasional.
Langkah Berikutnya
Setelah peluncuran, tim Openlitera menargetkan integrasi dengan sekolah dan perguruan tinggi, migrasi koleksi institusi ke lisensi terbuka, serta pilot analitik pembelajaran berbasis AI untuk membantu guru memetakan kompetensi dan kesenjangan belajar siswa. “Visi kami sederhana, membuka jalan bagi pendidikan Indonesia yang siap dengan masa depan. Dengan Openlitera, akses, kualitas, dan kolaborasi bukan lagi pilihan, melainkan standar baru,” tutup Lutfi T. Rizki.


Comments